Monday, November 9, 2009

[Pilosopi Bodoh] Ban kempes

14 komentar




Postingan ini terinspirasi dari komen:


ali febriyanto said...

mungkin ada tambahan, tambah posting tentang filosofi roda kempes tadi yaaaa


dan hadidot

....tapi katanya juga kalo rodanya kempes si kaya tambah kaya dan si miskin tambah miskin,hahahaa. filosofi roda kempes ini bener juga toh?;p

Dan di tambah lagi, hari ini... 10 Nopember 2009, Hari Pahlawan...



Yang dimaksud ban dalam postingan ini adalah ban yang diisi oleh angin dengan cara memompanya, atau dengan mengisi melalui kompresor. Iya, ban yang untuk berjalan (dgn baik) membutuhkan angin. Soalnya ada juga ban yang tidak butuh angin. Seperti bantal kapas, bantuin saya donk, banting setir, bando merah... ya yang seperti itulah, tak butuh angin...


Kembali ke benang merah... becanda itu, becanda...!
Mobil, sepeda, dan kendaraan lain yang memakai roda berisi angin mutlak membuthkan angin yang cukup agar ban bisa berputar sebagai mana mestinya. Dan awet. Gak kebayang kan, sejam saja melajukan sepeda motor dengan ban kempes sudah cukup merusakkan ban didalamnya, dan merusak roda itu juga. Sakit....

Pilosopi[bodoh]nya:

Ban sebagai diri kita...
Jika diibaratkan angin (dalam ban) itu sebagai kekuatan kita, maka agar bisa melaju dengan baik maka kita harus punya kekuatan yang cukup. Kadang-kadang dalam menjalani hidup ini seringkali ada hal-hal yang sengaja atau tidak, kita sadari atau tidak, mencoba untuk mengempesi ban kekuatan kita. Bisa dengan pandangan sinis orang lain, pandangan sebelah mata, bahkan kata-kata yang melemahkan kita dalam mencapai tujuan kita. Bahkan bisa lebih parah, ancaman langsung bagaikan paku yang langsung menghunjam hingga hingga angin kekuatan kita keluar dari diri kita. Ini masih bisa ditempel dan diisi lagi dengan angin kekuatan. Namun ban kempes bisa juga karena meledak, otomatis diganti. Gak apa-apa kawan... Hanya saja dalam kehidupan nyata, tak selalu semua yang rusak itu bisa kita ganti, bisa kita perbaiki. Jadi tetaplah pertahankan angin kekuatan itu berada dalam diri kita. Jangan ijinkan orang-orang tidak bertanggungjawab mengempesinya sedikitpun...

Satu quote dari saya...
Jika "kata-kata orang lain" tidak membuatmu lebih baik, (...justru melemahkan dan membuatmu down...), then ignore it...!



Ban sebagai roda pemerintahan Bangsa dan Negara.
Iya, roda itu bisa dilambangkan dengan roda, makanya ada roda pemerintahan. Emang ban yang ini bisa kempes? Bisa. Kenapa?
Banyak hal yang bisa membuat roda pemerintahan itu kempes.
  1. Yang paling keras mengancam roda pemerintahan adalah, pengempesan yang dilakukan orang-orang yang tidakbertanggung jawab melalu korupsi. Iya korupsi sangat dahsyat jika digunakan untuk mengempesi roda pemerintahan. Bagaikan bocor halus. Selain anginnya semakin berkurang, susah pulak menemukan lubang halusnya, dan otomatis jika lubang halus itu tidak ketemu tidak bisa ditempel. Dan malah walaupun kadang-kadang lubang kebocoran itu sudah ketemu, susah melihatnya sebagai kebocoran. Susah. Buktinya para koruptor pembocor itu masih banyak berkeliaran....
  2. Kelemahan hukum..
  3. Ah, apa guna ku perpanjang, itu pembocoran dari dalam sendiri. Aneh, ban bisa di bocorkan dari dalam. Dikempeskan oleh orang-orang tidak bertanggungjawab yang seharusnya justru mengamankan angin kekuatan pemerintahan itu.

Sekarang Hari Pahlawan...
Ah...
Miris sekali jika melihat perjuangan para pejuang bangsa ini...
Para Pejuang yang memperebutkan kemerdekaan Indonesia itu sudah susah payah merebut roda pemerintahan dari tangan penjajah. Walaupun saat itu angin kekuatannya belum seberapa. Dari tahun ke tahun sudah dipompa terus hingga ban pemerintahan itu tak hanya mampu dipakai sebagai ban sepeda kecil anak-anak, tapi sudah dipakai sebagai ban sepeda orang dewasa, ban sepeda motor, ban mobil bahkan ban tronton..... Namun miris.... saat jaya-jayanya roda pemerintahan itu mengangkut tronton bangsa Indonesia, ternyata ada juga yang mengempesinya. Korupsi. Pungutan liar. Pembalakan Liar. Pembakaran Hutan. Dan masih banyak lagi...

Jangan sampai saking kempesnya roda pemerintahan bangsaku ini, terpaksa harus diganti dengan roda pemerintahan bangsa lain... TIDAK BAKAL RELA....!

Ah,...
Saya sendiri mungkin memang tidak punya tenaga untuk memompakan angin ke ban roda pemerintahan itu, tapi setidaknya aku tidak berusaha mengempesinya...

Selamat Hari Pahlawan kawan....



Gambar di ambil dari sini.

Tuesday, November 3, 2009

[Pilosopi Bodoh] Roda Pedati

12 komentar


Ok ok ok...
Salah satu komen di [Pilosopi Bodoh] Sepeda,

Oleh hadidot berbunya begini:

btw kalo filosofi hidup bagaikan roda yg berputar dah basi ya? katanya hidup ini seperti roda,kadang diatas kadang di bawah,kadang di tengah. kadang orang kaya diatas si miskin,kadang si miskin yg jadi kaya gantian dengan si kaya,tapi katanya juga kalo rodanya kempes si kaya tambah kaya dan si miskin tambah miskin,hahahaa. filosofi roda kempes ini bener juga toh?;p
Pilosopi itu tak pernah basi Kawan,.. tak pernah. Hanya saja menerapkannya yang dirasa sudah basi. Selain itu, banyak juga filosopi yang bisa diambil dari Pedati itu.


Kuda penariknya. Coba perhatikan pedati yang ditarik oleh kuda, kuda bakal dipasangi kacamata, lebih tepatnya penutup mata agar dia tidak bisa melihat kedepan, kesamping dan kemana-mana. Fokus pada perintah Sang pak Kusir. Dan dia hanya percaya pada kendali kusir. Nah, manusia seringkali sok pintar karena bisa melihat banyak hal, yang sebenarnya tidak cocok buat dirinya, malah cuek terhadap kemauan Pengendali Hidupnya.... Sok pintar di hadapan Sang Pengendali Hidup. Dan tentunya sang Pengendali Hidup memberikan kebebasan untuk manusia membawa hidupnya kemana. Tentunya dengan konsekuensi.

Rodanya. Roda itu pasti bundar Kawan, kalau tak bunder berarti bukan roda namanya. Seperti kata syair lagu, Roda saya bunder, Bunder roda saya, kalao bukan bunder, bukan roda saya...! Hehehe. Saya mempilosopi[bodoh]kan roda itu sebagai keadialan, kebersamaan, dan keseimbangan. Roda, kalo kita amati selalau memiliki poros yang [mutlak] tepat ditengah. Bisa membayangkan tidak jika porosnya tidak persis ditengah, rodanya tetep bisa berputar, tapi pedatinya bakal naik turun kayak melewati puluhan deretan polisi tidur (yg tinggi).


Coba bayangkan juga jari-jari pada roda itu. Jari-jari itu harus sama panjang, harus dikencangkan sedemikian rupa supaya velg roda tidak bengkok. Patut berterimakasih kepada bengkel "stel pelg" untuk itu. Biasanya klo stel pelg di bengkel langganan saya di surabaya, sekitar 10 ribu rupiah. (penting ya?) heheheh

Coba bayangkan juga Pak Kusir nya, kalo tidak lihai dan tidak memahami kemampuan kudanya, bakal susah payah kan mencapai tujuan. Bisa nyasar atau bahakan tak mencapai tujuan sama sekali. Anggap saja kita pak kusirnya (meski banyak pilosopi[bodoh] lainnya yg dikembangkan), dan kudanya adalah kemampuan kita. Kita yang tahu kemampuan kita, dan kita harus pandai-pandai mengarahkan kemampuan kita itu ke jalan yang benar. Hehehehe. Jangan samapai kemampuan blogging digunakan untuk menimbulkan keresahan masyarakat seperti situs" porno tak bertanggung jawab, atau kemampuan mengembangkan IT untuk membobol ATM, membobol situs dan kejahatan lainnya, atau kemampuan mempengaruhi orang digunakan untuk melakukan hal-hal tidak baik, atau kemampuan berbicara digunakan untuk memutarbalikkan faktafakta dan kebenaran di persidangan. Atau jabatan yang tinggi di gunakan untuk mengeruk keuntungan diri sendiri.


Aih, banyak nian pilosopi[bodoh] yang dapat digali dari sebuah pedati. Masih banyak...
Dan selain itu bisa dikaitkan dan diterapkan untuk banyak hal. Salam salut buat para penarik pedati, delman, gerobak sapi, dan para penemunya di jaman dulu. Salut untuk pilosopisnya, salut untuk tidak menimbulkan pencemaran udara. tetap patuhi rambu-rambu lalu lintas perpedatian dan perdelmanan Pak ya...! Hehehehe


Dan saya berterimakasih telah meminjam foto itu dari sini

Monday, November 2, 2009

[Pilosopi Bodoh] Bola

9 komentar




Permainan sepak bola tak akan pernah ada tanpa ada bola. (Ya iyalah...!)
Dan sebagai penikmat (game) bola, PES (Pro Evolution Soccer), FIFA, dll, saya berterimakasih kepada bola itu."Makasih Bola...!" Hehehe...

Dan sebagai bentuk terimakasih kepada si bola, berikut saya mau membuat sebuah pilosopi tentang bola.

Ada banyak sih Pilosopi yang bisa diambil dari Bola ini

Mencapai tujuan. Seringkali manusia mencapai tujuannya tapi tidak mau menerima ajaran, gemblengan, hajaran dan lain sejenisnya. Beda dengan bola, dia rela ditendang kesana-kemari, tak istirahat sedikitpun lebih banyak dari pemain bola, hanya demi satu tujuan. Gol. Dia rela babak belur demi senyum ceria, tawa segar si pencetak gol, atau tim yang mencetak gol. Jika saya berimajinasi sebagai bola, saat melihat wajah ceria itu merupakan saat yang penuh kenikmatan.

Bagaimana dengan kiper, atau tim yang kebobolan gol? Jangan berhenti, kan sama saja dengan tim lain, sama-sama punya hak untuk mencetak gol.

Pertandingan sepak bola yang indah itu bukan kemenangan 8-0, bukan menang kalah, bukan..... tapi you fight (dengan baik) or not?

Kebebasan. Bola itu, tidak punya kebebasan. Dia tak akan pernah menolak untuk diturunkan kelapangan. Dia tak pernah lari dari tendangan-tendangan keras para pemain, dia juga pasrah saat berdentum membentur mistar gawang. Semua itu demi gol. Cukup miris dengan kebebasan manusia, diberi kebebasan berpendapat, melakukan demo yang merusak, diberikan kebebasan hidup, hidup melawan kehendak-Nya, diberi kebebasan atau kekuasaan memimpin sebuah departemen, korupsi. Diberikan kepercayaan menjalani hidup di bumi, tapi mengecewakan-Nya.... Miris...!!

Saat merenungi penggunaan kebebasan hidup itu, sambil menonton pertandingan bola, teringat akan Pilosopi ini, saya sempat bergumam,

Jangan sampai saya paham menggunakan kebebasan yang diberikan-Nya setelah Dia mengambilnya dari saya...!


Iya, jangan sampai saya paham menggunakan kaki saya tidak untuk menendangi orang lain setelah saya kecelakaan, patah tulang lumpuh dsb...

Iya, jangan sampai saya paham bahwa memperoleh duit itu tidak boleh dengan korupsi setelah saya masuk penjara.

Iya, jangan sampai saya paham bahwa uang yang saya miliki itu bisa membahagiakan orang lain setelah saya bangkrut.

Dan iya, jangan sampai saya paham tujuan hidup justru disaat hidup itu diambil dari saya. Mati....

Saya mau hidup berarti....
Tanpa harus "memaksa" Dia mengambil kebebasan yang dilimpahkan-Nya....

*dan gambar keren itu diambil dari sini.